Jumat, 30 Desember 2016

MAKALAH FIKIH JINAYAH TENTANG PENCURIAN DAN PERAMPOKAN



MAKALAH FIKIH JINAYAH
TENTANG
 PENCURIAN DAN PERAMPOKAN


IAIN BARU
 




         
OLEH:
AGUS SUHERJAN

FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MATARAM
2011/2012


Bab I
Kata pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga materi makalah
 FIKIH JINAYAH dengan tema “PENCURIAN DAN PERAMPOKAN” ini dapat diselesaikan dalam waktu yang sesingkatnya.
Shalawat serta salam tidak lupa pula kita haturkan kejunjungan Nabi besar Muhammad SAW,yang membawa kita menuju kehidupan yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Kami menyadari bahwa makalah kami ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat dibutuhkan untuk penulis makalah selanjutnya. Sebab itu kami sadar masih banyak kekurangannya dan dengan rendah hati kami mohon maaf. Sekalipun untuk penyempurnaan yang akan dating mohon kritik dan saran dari bapak dosen dan teman-teman.
Akhirnya penulis menyampaikan terima kasih atas partisipasi teman-teman atas terwujudnya makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amienn








                                                                                                           Mataram, 15 Mei 2012

Penulis


Bab II
Daftar isi
Bab I : Kata Pengantar
Bab II: Daftar isi
Bab III: Pembahasan
Pencurian dan perampokan
a.pencurian
1.pengertian
2.unsur-unsur pencurian
3.sanksi hukum
4.kadar atau batas pencurian
b.perampokan
1.pengertian
2.unsur-unsur hirabah dan hukumannya
3.jenis-jenis hirabah dan penerapan hukumannya
Bab IV : Penutup, kesimpulan dan saran
Bab V : daftar pustaka









Bab III
Pembahasan
Pencurian dan perampokan
A.pencurian
1.pengertian
Pencurian menurut Mahmud Syaltut adalah mengambil harta orang lain dengan sembunyi-sembunyi yang dilakukan oleh orang yang tidak dipercayai menjaga barang tersebut. Menurut beliau selanjutnya,definisi tersebut secara jelas mengeluarkan perbuatan menggelapkan harta orang lain yang dipercayakan kepadanya (ikhtilas) dari kategori pencurian. Oleh karena itu,penggelapan harta orang lain tidak dianggap sebagai jarimah pencurian dan tentu tidak dihukum potong tangan,namun dalam bentuk hukuman lain. Disamping itu,definisi diatas mengeluarkan pengambilan harta orang lain secara terang-terangan dari kategori pencurian,seperti pencopet yang mengambil barang secara terang-terangan dan membawanya lari. Begitulah kesepakatan fuqaha.
H.A Djazuli membedakan antara pencurian dengan penggelapan sebagai berikut:
Pertama,dilihat dari segi hukuman. Pencurian dikenai hukuman had potong tangan,sedangkan penggelapan dikenai hukuman ta’zir dan hal ini tentu menjadi wewenang hakim dalam penjatuhan hukuman tersebut.
Kedua,dilihat dari segi pelaksanaan pengambilan harta tersebut. Pada pencurian,pengambilan dilakukan secara sembunyi-sembunyi,dan tanpa sepengetahuan pemiliknya. Sedangkan pada kasus penggelapan dilakukan dengan terang-terangan. Dalam hal ini si pemilik mengira harta tersebut masih ada dan dijaga oleh orang yang dipercayainya. Oleh karena itu,kalau penjaganya mengambil,dia dianggap telah berbuat terang-terangan.
Ketiga, dilihat dari segi tempat objek harta tersebut. Dalm pencurian,harta yang diambil tersimpan pada tempat tertentu yang memang sengaja disimpan pemiliknya,sedangkan pada penggelapan penyimpanan harta tersebut tidak diketahui pemiliknya dan hanya diketahui orang yang dipercayai,sedangkan pemilik hanya mengetahui bahwa harta itu ada. Oleh karena itu,persyaratan tempat dalam kasus penggelapan tidak disyaratkan.
Keempat,dilihat dari ukuran harta. Pada pencurian dikenal ukuran-ukuran tertentu yang mengakibatkan jatuhnya hukuman  had atau yang dikenal dengan term nishab. Adapun pada kasus penggelapan tidak dikenal ukuran-ukuran tertentu sejauh mana penggelapan tersebut harus dikenakan hukuman.


2.Unsur-unsur pencurian
Adapun unsur-unsur pencurian mengacu pada definisi pencurian itu sendiri. Dari definisi tersebut,dapat kita rinci unsur-unsur pencurian sebagai berikut:
a.Pengambilan harta yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan tidak termasuk jarimah pencurian jika hal itu dilakukan dengan sepengetahuan pemiliknya.
b. yang dicuri harus berupa harta kongkrit sehingga barang yang dicuri adalah barang yang bergerak,dipindah-pindahkan,tersimpan oleh pemiliknya pada penyimpanan yang layak dan dianggap sebagai suatu yang berharga. Tentu ada batasan tertentu (kadar) yang menyebabkan jatuhnya had. Barang yang tidak bergerak sulit untuk dipindahtangankan, sedangkan salah satu unsur pencurian adalah berpindahnya barang tersebut dari satu tempat ketempat yang lain, dari pemilik kepada pencuri. Perpindahan itu sulit terjadi (secara harfiah) terhadap barang-barang yang tidak dapat bergerak atau barang-barang yang tidak dapat dipindahkan. Walaupun dalam prakteknya, pemilikan atau perpindahan dapat saja terjadi, tanpa mengubah posisi barang yang dicuri.
c . harta yang dicuri adalah sesuatu yang berharga, setidaknya menurut versi pemiliknya. Inilah yang menjadi dasar pertimbangan bukan atas pandangan si pencuri. Karena menganggap berharga, pemilik barang menyimpannya ditempat tertentu, yang aman menurut anggapannya. Oleh karena itu mengambil atau memindahkan barang atau harta yang tidak mempunyai tempat penyimpanan tertentu menjadi alas an kesyubhatan bagi jarimah ini, seperti mengambil barang yang ditemukan ditengah jalan,dilapangan atau menangkap hewan yang berada dikebun, dijalan yang tidak ditunggui penggembalanya atau tempat-tempat lain yang dianggap tidak layak bagi keberadaan harta-harta tersebut. Semua itu tidak dikategorikan sebagai pencurian,dalam arti dikenakannya hukuman had potong tangan. Namun perbuatan itu bukan berarti lepas dari hukuman,melainkan dihukum dengan hukuman ta’zir. Hal ini dikarenakan perbuatan-perbuatan tersebut mengindikasikan adanya kesamaran atau syubhat,seperti yang telah kita pahami bahwa hukuman pokok harus dihindari.
d. keempat,harta diambil (dicuri) pada waktu terjadinya pemindahan adalah harta orang lain secara murni dan orang yang mengambilnya tidak mempunyai hak kepemilikan sedikitpun terhadap harta tersebut. Umpamanya, harta kelompok atau harta bersama orang yang mencurinya mempunyai hak atas bagian harta tersebut. Oleh karena itu,kalau dia mengambil sebagian-walaupun dinilai melewati nishab-tidak dianggap sebagai jarimah pencurian sebab hak dia yang melekat pada barang yang diambil menjadikan kesyubhatan. Namun,hal ini pun bukan berarti dia tidak dihukum sekalipun tidak dikenakan hukuman had potong tangan. Dimaksud dengan orang lain , juga apabila harta itu milik anaknya atau milik banyaknya.
e. seperti jarimah-jarimah lain, terdapat unsur-unsur kesengajaan untuk memiliki barang tersebut atau ada I’tikad jahat pelakunya. Oleh karena itu, seandainya barang atau harta itu terbawa tanpa sengaja, sekalipun dalam jumlah besar dan mencapai nishab,tidaklah dianggap sebagai jarimah pencurian,paling-paling dianggap sebagai kelalaian dan hukumannya pun sekadar peringatan untuk berhati-hati.

3.Sanksi Hukum
 Asas legalitas berikutnya hukuman tertera pada surat al-maidah ayat 38:





Artinya:
“pencuri laki-laki dan pencuri perempuan potonglah tangan keduanya, sebagai pembalasan bagi apa yang dia kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah Yang Maha Perkasa Lagi Maha Bijaksana”
 (Q. S.al-maidah:38)


4.kadar atau batas pencurian
Mengenai batas yang menyebabkan dijatuhkannya hukum potong ,terjadi perbedaan diantara ulama. Hal tersebut disebabkan karena keumuman ayat 38 surat almaidah. Diantara ulama,ada yang meniadakan nishab pencurian,artinya sedikit apalagi banyak,sama-sama dihukum potong tangan. Adapun jumhur fuqaha mensyaratkan adanya nishab (batas tertentu) sehingga seorang pencuri dapat dikenai hukum potong tangan . namun ini pun terdapat perbedaan tentang batasan atau nishab tersebut. Imam syafi’i dan imam malik mengatakan seperempat dinar, sedangkan imam abu hanifah mengatakan sepuluh dirham atau satu dinar,sebagaimana terdapat pada hadist nabi:



Artinya:
“tidaklah dipotong tangan pencuri,kecuali pada satu dinar atau sepuluh dirham.”

Disamping itu,ada yang mengatakan (seperti Ibnu Rusyd) batasan tersebut adalah empat dinar,seperti hadist yang dikeluarkan imam bukhari dan imam muslim,melalui perawi siti Aisyah:


Artinya:
“janganlah dipotong tangan pencuri,kecuali pada empat dinar atau lebih.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Mengenai batas tangan yang dipotong, imam Syafi’i, imam Abu Hanifah,imam Malik,imam Ahmad,dan imam Abu Daud Azh-Zhahiri sepakat bahwa batas tangan yang dipotong adalah dari pergelangan tangan kebawah. Mengenai pengulangan perbuatan setelah yang pertama dipotong tangan kanannya,pencurian yang kedua dipotong tangan kirinya dan pencurian yang selanjutnya dihukum dengan hukuman potong ta’zir. Demikian pendapat mazhab Zhahiri. Disamping itu,ada yang berpendapat bahwa pencurian selanjutnya dihukum dengan ta’zir. Pendapat diatas menyangkal hukuman potong kaki kiri pada pencurian yang kedua kalinya,pencurian ketiga kali dipotong kaki kiri dan yang keempat kalinya dipotong kaki kanannya,sebab hukuman potong kaki tidak disebutkan dalam surat al-maidah tersebut,seperti pendapat imam Syafi’i dan imam Malik. Demikian pula dengan imam Abu Hanifah,hanya saja pada pencurian yang ketiga beliau menghukuminya dengan penjara sampai taubat.
Mengenai status barang yang dicuri, sebagian ulama, seperti Imam As-Syafi’i dan Imam Ahmad, mengatakan bahwa barang yang dicuri harus di kembalikan seandainya masih ada dan menggantinya kalau telah hilang walaupun pelakunya telah menjalani hukuman. Adapun Imam Abu Hanifah mengatakan sanksi hudud yang telah di jatuhkan tidak harus di ikuti dengan ganti rugi barang yang hilang.
B. Perampokan atau Hirabah
1. Pengertian
Jarimah Hirabah adalah jarimah gangguan keamanan di jalan umum. Secara etimologis, hirabah berarti memotong jalan memotong jalan (qath’ut tarieq). Menurut H.A. Djazuli, perbedaan antara pencuri perampok (pembegalan) teretak pada teknis pengambilan harta. Yang pertama pencurian dilakukan dengan secara diam-diam, sedangkan yang kedua perampokan di lakukan dengan secara terang-terangan disertai dengan kekerasan. Perbuatan ini sangat berdampak psikologis bagi korban, sehingga menimbulkan trauma yang menghantauinya dalam jangka waktu yang panjang, bahkan seumur hidupnya. Itulah sebabnya wajar kalau syari’at islam menghukuminya dengan hukuman yang sangat berat, seberat dampak psikologis yang di derita oleh korban yang sukar dinilai dengan materi. Perampokan atau pembegalan sering pula di istilahkan dengan  sariqah qubra (pencurian besar).
2.Unsur-Unsur Hirabah dan Hukumannya
Unsur-unsur hirabah yang utama adalah dilakukan dijalan umum atau diluar pemukiman korban, dilakukan secara terang-terangan, serta adanya unsur kekerasan atau ancaman kekerasan. Disamping itu,terdapat unsur-unsur yang ada dalam jarimah pencurian,seperti pemindahan barang yang bukan miliknya,serta kesengajaan dalam melakukan tindakan tersebut.
Hukuman jarimah ini seperti disebut dalam surat al-maidah ayat 33 terdiri atas empat macam hukuman. Hal ini berbeda dengan hukuman bagi jarimah yang masuk ke dalam kelompok hudud lainnya,yang hanya satu macam hukuman untuk setiap jarimah. Sanksi hirabah yang empat macam itu tidak seluruhnya dijatuhkan kepada muhrib (julukan bagi pembuat hirabah) nammun hukuman tersebut merupakan hukuman alternative yang dijatuhkan sesuai dengan macam jarimah yang dilakukan. Oleh Karena itu,bentuk jarimah hirabah ada empat macam,sesuai dengan banyaknya sanksi yang tersedia didalam al-qur’an. Keempat macam hukuman jarimah hirabah tersebut dijelaskan dalam al-qur’an surat al-maidah ayat 33:















Artinya:
sesungguhnya hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah dan rasulnya dan membuat kerusakan dimuka bumi,mereka dibunuh atau disalib atau dipotong tangan dan kakinya secara bersilang atau dibuang  dari negeri tempat mereka tinggal. Yang demikian itu sebagai penghinaan bagi mereka didunia dan diakhirat mereka mendapat siksaan yang besar.”

Dari ayat diatas,dapat kita lihat empat macam hukuman yang  berkaitan dengan jarimah hirabah atu tindak pidana perampokan ini. Keempat bentuk hukuman tersebut adalah hukuman mati,hukuman mati dan salib,pemotongan tangan dan kaki secara bersilang,dan pengasingan keluar wilayah. Menurut imam malik,sanksi hirabah diserahkan kepada penguasa untuk memilih alternatife hukuman yang tersedia didalam al-qur’an sesuai dengan kemaslahatan. Adapun imam Ahmad,as-syafi’i,dan Abu Hanifah berpendapat  bahwa hukuman harus disesuaikan dengan hirabah itu sendiri. Perselisihan pendapat para ulama dalam menentukan jenis hukuman bagi pelaku jarimah ini,disebabkan perbedaan mereka dalam memahami kata “au” yang berarti atau. Dalam bahasa arab,kata “au” bias diartikan sebagai penjelasan dan uraian atau dalam istilah arab bayan wattafshil. Menurut versi ini (imam As-Syafi’i dan kawan-kawan) ”au”merupakan penjelasan dari rincian,dalm kaitannya dengan ayat hirabah bahwa jumlah hukuman tersebut adalah empat dengan rincian seperti yang telah dijelaskan diatas. Versi lain yang dimotori imam Malik,kata “au” yang berarti atau itu bermakna littaksyir untuk memilih. Oleh karena itu,beliau memilih arti yang kedua sehingga mengartikan jumlah hukuman yang empat macam tersebut sebagai alternatif dan penguasa akan menjatuhkannya sesuai dengan kemaslahatan.


3. jenis-jenis hirabah dan penerapan hukumannya
Bentuk jarimah dan macam hukuman bagi pelaku jarimah  hirabah diriwayatkan ibnu Abbas dalam nailul maram,sebagai berikut:









Artinya:
pertama: apabila dia membunuh dan sekaligus mengambil harta korban,maka hukumannya adalah dibunuh dan disalib. Kedua,apabila dia membunuh tetapi tidak mengambil harta korban,maka hukumannya adalah dibunuh,tidak disertai disalib. Ketiga,apabila dia hanya mengambil hartanya saja dan tidak membunuh,maka hukumannya adalah dipotong tangan dan kaki secara silang. Keempat,apabila dia hanya menakut-nakuti,membuat keonaran,maka hukumannya diasngkan keluar wilayah.”

Penjelasan dari keempat bentuk jarimah dan jenis hukumannya adalah sebagai berikut:
  1. Hukuman mati dan salib
Pembunuhan pemilik harta adalah pembuka jalan tercapainya tujuan mengambil harta korban. Hukuman mati dan salib dijatuhkan bagi pelaku pembunuhan dan pencurian yang dilakukan pada saat yang bersamaan. Dalam kasus seperti ini,ada dua bentuk jarimah yang dilakukan,yaitu membunuh dengan sengaja  dan dengan sengaja pula dia mengambil hartanya. Pembunuhan dengan sengaja diancam hukuman mati,namun Karena pembunuhan tersebut berkaitan dengan keinginan untuk mendapatkan harta,maka hukuman baginya tidaklah sekedar dihukum mati,tetapi ada pemberatan sesuai dengan hasil yang dicapai. Hukuman mati pada kasus ini adalah hukuman hudud bukan qishash. Oleh karena itu,tidak ada pemaafan bagi pelaku. Hukuman berat seperti ini dimaksudkan sebagai tindakan prevensi bagi umum agar tidak melakukan hal yang sama.
Mengenai pelaksanaan hukuman mati dan sekaligus hukuman salib ini,para ulama berbeda pendapat. Sebagian mengatakan hukuman salib didahulukan,kemudian hukuman mati. Sebagian lagi mengatakan sebaliknya bahwa hukuman mati didahulukan baru human salib. Imam abu hanifah dan imam malik memilih pelaksanaan yang pertama,yaitu mendahulukan hukuman salib kemudian hukuman mati. Menurut mereka penyaliban merupakan suatu bentuk hukuman yang harus dirasakan pelaku dan itu hanya dapat dirasakan kalau pelaku masih hidup. Karena itu,harus didahulukan sebelum dilakukan hukuman mati. Karena kalu hukuman mati yang didahulukan,maka hukuman salib tidak berpengaruh apa-apa bagi si terhukum.
Adapun imam asy-syafi’i dan imam ahmad berpendapat sebaliknya,yaitu mendahulukan hukuman mati kemudian disalib. Menurut versi ini,mendahulukan hukuman mati daripada hukuman salib sesuai dengan ayat al-qur’an yang mendahulukan hukuman mati daripada salib. Disamping itu,mendahulukan tindakan penyiksaan yang melampaui batas tidak seharusnya terjadi.
Dalam hukum positif,perbuatan yang mirip dengan jarimah hirabah ini diancam dengan hukuman mati atau penjara paling lama dua  puluh tahun (pasal 365 ayat 4). Walaupun dalam tindak pidana ini tidak disertai tambahan hukuman,semacam salib pada hukum islam,dalam pelaksanaanya,hukuman mati,dilakukan setelah mengikat si terpidana pada sebilah kayu yang mirip dengan salib,baru kemudian ditembak.
  1. Hukuman mati
Hukuman mati ini hanya dijatuhkan bagi pelaku gangguan keamanan yang membunuh korban tanpa disertai dengan pengambilan harta korban. Hukuman mati inipun tergolong hukuman hudud dan bukan hukuman qishash. Oleh karena itu, tidak dapat dimaafkan. Pembunuhan yang dilakukan pelaku jarimah ini dilakukan dijalan umum dan berkaitan dengan gangguan keamanan. Oleh karena itu perbuatan ini termasuk dalam hirabah. Walaupun pembunuhan yang masuk kedalam kelompok qishash dapat saja dilakukan diluar rumah, pembunuhan pada jarimah qishash tidak berkaitan dengan gangguan keamanan. Disamping itu, pembunuhan tersebut sedikit banyak berkaitan dengan harta atau perampokan. Si pelaku tidak mengambil harta korban bias jadi karena ia belum sempat mengambilnya atau karena berbagai kemungkinan lain.
  1. Hukuman potong tangan dan kaki bersilang.
Hukuman inidijatuhkan bagi pelaku kejahatan perampokan yang dilakukan dijalan umum. Dalam hal ini si pelaku hanya mengambil harta korban tanpa berusaha membunuh korban. Hukuman potong tangan dan kaki bersilang adalah memotong tangan kanan pembuat sekaligus kaki kirinya. Pemotongan tangan dan kaki sekaligus ini, dinisbatkan pada orang yang melakukan dua kali pencurian. Sebagaimana ulama mengatakan hukuman potong kaki pelaku pada pencurian yang kedua kali.
Pemberian hukuman seberat ini disebabkan perbuatan si pelaku bukanlah hanya sekadar mengambil harta seperti layaknya pencuri, tetapi, juga melakukannya secara paksa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, bahkan bias jadi akan dilakukan pembunuhan seandainya si korban melawan atau bersikeras untuk tidak menyerahkan harta yang dibawanya. Perbuatan si pelaku seperti itu, berdampak psikologis yang sangat mendalam bagi si korban. Kehidupannya dihantui oleh pengalaman perampokan dan dia menjadi traumatis terhadap tindakan atau gerakan yang mencurigakan dan itu selalu mengasosiasikan dengan pengalaman buruknya di masa lalu. Perbuatan si pelaku seperti itu, juga berdampak bagi ketentraman umum. Masyarakat menjadi takut keluar, melaksanakan aktifitas, melalui jalan tempat terjadi peristiwa perampokan.
Menuruit kami, faktor itulah yang menyebabkan beratnya hukuman yang harus diterima si pelaku sesuai dengan betapa besarnya akibat yang bakal terjadi, baik bagi korban perseorangan ataupun masyarakat. Oleh karena itu, sangat pantas kalau hukuman pelaku jarimah inidilipatgandakan.
Melipat gandakan hukuman bukan saja dikenal dalam fiqih jinayah, tetapi di Negara lain pun dikenal penjatuhansanksi seperti ini. Bahkan, di Indonesia diadakan sanksi, yang dikenal dengan hukuman positif. Pasal 362 KUH Pidana menyebutkan sebagai berikut;
“ barang siapa yang mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hokum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah..”
Hukuman penjara maksimal lima tahun yang diancamkan bagi pelaku pencurian tersebut dalam pasal 362 KUH Pidana dilipat gandakan sampai lima belas tahun apabilaperbuatan tersebut mengakibatkan kematian atau mengakibatkan luka berat (pasal 365 ayat 3). Bahkan, hukuman penjara itu dapat bertambah lagi menjadi lebih lama sehingga mencapai dua puluh tahun apabila perbuatan tersebut dilakukan scara kelompok, seperti yang tertera dalam pasal 365 ayat (4).
  1. Hukuman pengasingan
Hukuman ini dijatuhkan bagi pelaku hirabah yang sengaja membuat onar dijalan umum atau tempat keramaian umum,menakut-nakuti,mengacaukan situasi sehingga membuat suasana menjadi kacau. Walaupun tidak merugikan masyarakat secara material,dipastikan timbulnya dampak kejiwaan bagi masyarakat. Menurut kami,mengacaukan situasi dapat saja dengan ucapan yang dilakukan ditempat umum seperti provokasi. Situasi yang kacau tersebut dapat memancing orang lain berbuat jarimah,mengambil kesempatan dalam situasi yang galau dan ini dapat menjurus kearah situasi yang anarkis dan berdampak pada masalah sosial ekonomis serta stabilitas nasional. Bias jadi perbuatan tersebut merupakan bagian dari skenario,untuk menginstabilkan keamanan nasional untuk tujuan-tujuan tetentu. Untuk mencegah keadaan menjadi lebih parah dan sulit dikendalikan,sangat pantas bila pelaku tindakan diberikan sanksi  yang berat,yaitu diasingkan atau diisolasi.
Bentuk hukuman pengasingan inipun tak luput dari perbedaan pendapat para ulama,namun bukan pada eksistensinya,melainkan pada bentuk dan lamanya pengasingan. Sebagian mengatakan bahwa pengasingan yang dimaksud ayat tersebut adalah pengasingan dalam arti sebenarnya yaitu dibuang keluar daerah. Sebagian lagi mengatakan bahwa pengasingan tersebut dapat berupa hukuman penjara sebab inipun pada hakikatnya adalah pengasingan juga. Mengenai lamanya pengasingan,Karena tidak dijelaskan dalam ayat 33 surat al-maidah,terdapat perbedaan pendapat,namun sebagian besar berpendapat  bahwa lamanya pengasingan sama dengan sanksi pengasingan pada jarimah zina,yaitu satu tahun.












Bab IV
Penutup
Kesimpulan

Pencurian adalah mengambil harta orang lain dengan cara sembunyi-sembunyi yang dilakukan oleh orang yang tidak dipercayai menjaga barang tersebut. Sedangkan perampokan atau hirabah adalah jarimah gangguan keamanan dijalan umum,namun secara etimologis berarti memotong jalan (qath’ut tarieq).
Adapun unsur-unsur dalam pencurian meliputi lima macam yaitu; pertama,pengambilan yang dilakukan itu secara sembunyi-sembunyi. Kedua,barang tersebut berupa harta yang kongkrit. Ketiga,barang tersebut merupakan barang yang berharga. Keempat, harta tersebut murni dan orang yang mengambilnya tidak memiliki hak kepemilikan atas  barang tersebut. Kelima, adanya unsur kesengajaan untuk memiliki barang tersebut. Sedangkan unsur-unsur dalam perampokan yaitu; dilakukan dijalan umum atau diluar pemukiman,dilakukan secara terang-terangan serta adanya unsur kekerasan atau ancaman kekerasan.
Dalam hal pencurian dan perampokan terdapat perbedaan pendapat para ulama serta hukuman diantara keduanya pun berbeda. Apabila tentang pencurian hukumannya sudah dijelaskan dalam Q.S Al-Maidah ayat 38 yang menerangkan tentang potong tangan atas pencuri laki-laki maupun pencuri perempuan. Sedangkan tentang perampokan hukumannya sudah dijelaskan pula dalam Q.S Al-Maidah ayat 33 yang menerangkan tentang pembunuhan atau disalib atau dipotong tangan dan kaki kirinya secara bersilang atau dibuang dari negeri tempat mereka tinggal.

Saran
Dari penjelasan diatas mengenai perampokan dan pencurian sudah jelas diterangkan dalam firman Allah tentang berbagai hukuman atas pebuatan tersebut. Oleh karena itu telah kita ketahui bahwa perbuatan tersebut sangatlah dilarang bahkan diancam mati oleh Allah SWT Karena perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang keji dihadapan sang khalik.
Sebagai umat islam tentu kita akan sangat berahati-hati supaya perbuatan tersebut tidaklah sampai kita melakukannya,baik itu disengaja maupun tidaknya.karena dengan perbuatan tersebut akan menjadikan kita jauh dari hadapan Allah SWT dan dari rahmat-Nya. Nau’uzubillah.

Bab V
Daftar pustaka
Hakim Rahmat, hukum pidana islam (fikih jinayah),CV Pustaka Setia,Bandung,2000.
Bambang Purnomo,S.H.,asas-asas hukum pidana, Ghalia Indonesia,Jakarta,1982.
Halimah, DR.,S.H., Hukum Pidana Dalam Syari’at Islam,Menurut Ajaran Ahlussunnah, Bulan Bintang,Jakarta,1970.
Wiryono Projodikoro, asas hukum pidana, cet.3. Eresco, Bandung,1981.







HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI IAIN MATARAM



PEMBAGIAN WARIS DALAM TRADISI MASYARAKAT LABUAN TERENG KECAMATAN LEMBAR KABUPATEN LOMBOK BARAT PERSPEKTIF HUKUM WARIS ISLAM


Oleh


AGUS SUHERJAN
NIM. 152112075
                                                        
                                                     


\
















FAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MATARAM
2016

PEMBAGIAN WARIS DALAM TRADISI MASYARAKAT LABUAN TERENG KECAMATAN LEMBAR KABUPATEN LOMBOK BARAT PERSPEKTIF HUKUM WARIS ISLAM


SKRIPSI



Diajukan Kepada Institut Agama Islam Negeri Mataram
Untuk Melengkapi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Syari’ah

Oleh
AGUS SUHERJAN
NIM. 152112075



                                                        
                                                     













FAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MATARAM
2016

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi Agus Suherjan, NIM. 152112075 yang berjudul “Pembagian Waris Dalam Tradisi Masyarakat Labuan Tereng Kecamatan Lembar Kabupaten Lombok Barat Perspektif Hukum Waris Islam” telah memenuhi syarat dan disetujui untuk dimunaqasyahkan. Disetujui pada tanggal,           /      2016




                                                   Dibawah bimbingan :                        

Pembimbing I


Drs. H. Abdullah Mustafa, MH.
    NIP. 195603111986031002
Pembimbing II


   Muhammad. Nor, M.HI
   NIP. 197306202000031001












NOTA DINAS

Hal : Munaqasyah
Mataram,   Desember  2016

Kepada
Yth. Rektor  IAIN Mataram
di Mataram

Assalamu’alaykum Wr.Wb.
Setelah diperiksa dan diadakan perbaikan sesuai masukan pembimbing dan pedoman penulisan skripsi, kami berpendapat bahwa skripsi Aagus Suherjan, NIM. 152112075 yang berjudul “Pembagian Waris Dalam Tradisi Masyarakat Labuan Tereng Kecamatan Lembar Kabupaten Lombok Barat Perspektif Hukum Waria Islam” telah memenuhi syarat untuk diajukan dalam sidang munaqasyah skripsi Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam IAIN Mataram
Demikian, atas perhatian Bapak Rektor disampaikan terima kasih.
Wassalamu’alaikum, Wr.Wb.



Pembimbing I


Drs. H. Abdullah Mustafa, MH.
    NIP. 195603111986031002
Pembimbing II


   Muhammad. Nor, M.HI
  NIP. 197306202000031001











PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama                           : Agus Suherjan
NIM                            : 152112075
Program Studi                         : Ahwal al-syahsyiah
Fakultas                                   : Syari’ah dan Ekonomi Islam
Institut                                    : IAIN Mataram

Dengan sungguh-sungguh menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Pembagian Waris Dalam Tradisi Masyarakat Labuan Tereng Kecamatan Lembar Kabupaten Lombok Barat Perspektif Hukum Waris Islam” secara keseluruhan adalah hasil penelitian/karya saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbernya.
Apabila di belakang hari ternyata karya tulis ini tidak asli, saya siap dianulir gelar keserjanaan saya sesuai dengan ketentuan yang berlaku di IAIN Mataram.



Mataram,         /         2016
Saya yang menyatakan





Agus Suherjan
NIM. 152112075




PENGESAHAN
Skripsi dengan judul “Pembagian waris dalam tradisi masyarakat labuan tereng kecamatan lembar kabupaten lombok barat perspektif hukum waris islam” yang diajukan oleh Agus Suherjan, NIM. 152112075, Jurusan Ahwal al-syahsyiah, Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam IAIN Mataram telah dimunaqasyahkan pada hari _________ tanggal ___, ______________ 2016 dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk mencapai gelar sarjana Hukum.

Dewan Munaqasyah

1.      Ketua Sidang/
Pemb. I
: Drs. H. Abdullah Mustafa, MH.
NIP. 195603111986031002
2.      Sekretaris Sidang/
Pemb. II
   Muhammad. Nor, M.HI
   NIP. 197306202000031001

3.      Penguji I
:

4.      Penguji II
:


Mengetahui
Dekan FSEI IAIN Mataram




Dr.H. MUSAWAR, M.Ag
NIP. 196912311998031008





MOTTO :
لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ  نَصِيبًا مَفْرُوضًا
“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak  menurut bahagian yang telah ditetapkan” (QS. An-Nisa’: 7) .
Jangan berhenti berupaya ketika menemui kegagalan, karena kegagalan adalah cara Tuhan mengajari kita tentang arti kesungguhan dan kesuksesan”.













PERSEMBAHAN


Skripsi ini saya persembahkan untuk:

1.      Ayah handa Murahim dan Ibundaku tercinta Sahimin, atas do’a dan curahan keringat, kasih sayang, perjuangan dan restunya yang selalu mengiringi langkahku dalam studi dan cita-citaku, semoga amal ibadahnya diterima oleh Allah SWT, Amin Ya Robbal ‘Alamin.

2.      Keluaragku tercinta yang dengan sabar dan tabah memberikan bimbingan dan motivasi, sehingga studi dan karya tulis ini dapat terselesaikan.

3.      Sahabat-sahabatku seperjuangan  serta bersama-sama dalam berbagi suka dan duka yang tidak bisa kusebutkan satu persatu, syukron jazilan atas dukungan dan motivasinya.

4.      Almamaterku IAIN Mataram


KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan rasa syukur yang setinggi-tingginya kepada Allah Swt atas segala limpahan rahmat, nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pembagian Waris Dalam Tradisi Masyarakat Labuan Tereng Kecamatan Lembar Kabupaten Lombok Barat Perspektif Hukum Waris Islam”.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk melatih dan menambah wawasan serta keterampilan menuangkan pikiran dalam bentuk tulisan berupa karya ilmiah dan sekaligus sebagai salah satu syarat untuk memenuhi kewajiban dalam menyelesaikan studi pada Fakultas Syari’ah dan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum, (S,h) jenjang Strata Satu (S1).
Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari sepenuh hati bahwa karya ilmiah ini tidak terlepas dari kekurangan dan kehilafan yang tidak disengaja. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang konstruktif demi kesempurnaan karya ilmiah ini.
Kemudian tiada kata yang lebih pantas penulis ucapkan melainkan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1.      Drs. H. Abdullah Mustafa, MH selaku Dosen Pembimbing satu
2.      Muhammad. Nor, M.HI selaku Dosen Pembimbing dua
3.      Gazali MH selaku Wali Dosen
4.      Dr. H. Musawar, M.Ag Selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Mataram
5.      Drs. H. Mutawalli selaku Rektor IAIN MATARAM
Akhirnya kepada Allah-lah penulis berserah diri demi mencapai ridha-Nya dan semoga penulisan karya ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua demi suksesnya kesadaran hukum di masyarakat. Amin.

Mataram,     /     /  2016



                      Penulis,