MAKALAH
FIKIH JINAYAH
TENTANG
PENCURIAN DAN PERAMPOKAN
![]() |
OLEH:
AGUS SUHERJAN
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
MATARAM
2011/2012
Bab I
Kata pengantar
Puji
syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat kesehatan dan
kesempatan sehingga materi makalah
FIKIH JINAYAH dengan tema “PENCURIAN DAN PERAMPOKAN” ini dapat
diselesaikan dalam waktu yang sesingkatnya.
Shalawat
serta salam tidak lupa pula kita haturkan kejunjungan Nabi besar Muhammad
SAW,yang membawa kita menuju kehidupan yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Kami
menyadari bahwa makalah kami ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat dibutuhkan untuk penulis
makalah selanjutnya. Sebab itu kami sadar masih banyak kekurangannya dan dengan
rendah hati kami mohon maaf. Sekalipun untuk penyempurnaan yang akan dating
mohon kritik dan saran dari bapak dosen dan teman-teman.
Akhirnya
penulis menyampaikan terima kasih atas partisipasi teman-teman atas terwujudnya
makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amienn
Mataram, 15 Mei 2012
Penulis
Bab II
Daftar isi
Bab
I : Kata Pengantar
Bab
II: Daftar isi
Bab
III: Pembahasan
Pencurian
dan perampokan
a.pencurian
1.pengertian
2.unsur-unsur pencurian
3.sanksi hukum
4.kadar atau batas pencurian
b.perampokan
1.pengertian
2.unsur-unsur hirabah dan
hukumannya
3.jenis-jenis hirabah dan
penerapan hukumannya
Bab
IV : Penutup, kesimpulan dan saran
Bab
V : daftar pustaka
Bab III
Pembahasan
Pencurian dan
perampokan
A.pencurian
1.pengertian
Pencurian
menurut Mahmud Syaltut adalah mengambil harta orang lain dengan
sembunyi-sembunyi yang dilakukan oleh orang yang tidak dipercayai menjaga
barang tersebut. Menurut beliau selanjutnya,definisi tersebut secara jelas
mengeluarkan perbuatan menggelapkan harta orang lain yang dipercayakan
kepadanya (ikhtilas) dari kategori
pencurian. Oleh karena itu,penggelapan harta orang lain tidak dianggap sebagai
jarimah pencurian dan tentu tidak dihukum potong tangan,namun dalam bentuk
hukuman lain. Disamping itu,definisi diatas mengeluarkan pengambilan harta
orang lain secara terang-terangan dari kategori pencurian,seperti pencopet yang
mengambil barang secara terang-terangan dan membawanya lari. Begitulah
kesepakatan fuqaha.
H.A
Djazuli membedakan antara pencurian dengan penggelapan sebagai berikut:
Pertama,dilihat
dari segi hukuman. Pencurian dikenai hukuman had potong tangan,sedangkan penggelapan dikenai hukuman ta’zir dan hal ini tentu menjadi
wewenang hakim dalam penjatuhan hukuman tersebut.
Kedua,dilihat
dari segi pelaksanaan pengambilan harta tersebut. Pada pencurian,pengambilan
dilakukan secara sembunyi-sembunyi,dan tanpa sepengetahuan pemiliknya.
Sedangkan pada kasus penggelapan dilakukan dengan terang-terangan. Dalam hal
ini si pemilik mengira harta tersebut masih ada dan dijaga oleh orang yang
dipercayainya. Oleh karena itu,kalau penjaganya mengambil,dia dianggap telah
berbuat terang-terangan.
Ketiga,
dilihat dari segi tempat objek harta tersebut. Dalm pencurian,harta yang
diambil tersimpan pada tempat tertentu yang memang sengaja disimpan
pemiliknya,sedangkan pada penggelapan penyimpanan harta tersebut tidak
diketahui pemiliknya dan hanya diketahui orang yang dipercayai,sedangkan
pemilik hanya mengetahui bahwa harta itu ada. Oleh karena itu,persyaratan
tempat dalam kasus penggelapan tidak disyaratkan.
Keempat,dilihat
dari ukuran harta. Pada pencurian dikenal ukuran-ukuran tertentu yang
mengakibatkan jatuhnya hukuman had atau yang dikenal dengan term nishab. Adapun pada kasus
penggelapan tidak dikenal ukuran-ukuran tertentu sejauh mana penggelapan
tersebut harus dikenakan hukuman.
2.Unsur-unsur pencurian
Adapun unsur-unsur pencurian mengacu pada definisi
pencurian itu sendiri. Dari definisi tersebut,dapat kita rinci unsur-unsur
pencurian sebagai berikut:
a.Pengambilan
harta yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan tidak termasuk jarimah
pencurian jika hal itu dilakukan dengan sepengetahuan pemiliknya.
b.
yang dicuri harus berupa harta kongkrit sehingga barang yang dicuri adalah
barang yang bergerak,dipindah-pindahkan,tersimpan oleh pemiliknya pada
penyimpanan yang layak dan dianggap sebagai suatu yang berharga. Tentu ada
batasan tertentu (kadar) yang menyebabkan jatuhnya had. Barang yang tidak
bergerak sulit untuk dipindahtangankan, sedangkan salah satu unsur pencurian
adalah berpindahnya barang tersebut dari satu tempat ketempat yang lain, dari
pemilik kepada pencuri. Perpindahan itu sulit terjadi (secara harfiah) terhadap
barang-barang yang tidak dapat bergerak atau barang-barang yang tidak dapat dipindahkan.
Walaupun dalam prakteknya, pemilikan atau perpindahan dapat saja terjadi, tanpa
mengubah posisi barang yang dicuri.
c
. harta yang dicuri adalah sesuatu yang berharga, setidaknya menurut versi
pemiliknya. Inilah yang menjadi dasar pertimbangan bukan atas pandangan si
pencuri. Karena menganggap berharga, pemilik barang menyimpannya ditempat
tertentu, yang aman menurut anggapannya. Oleh karena itu mengambil atau
memindahkan barang atau harta yang tidak mempunyai tempat penyimpanan tertentu
menjadi alas an kesyubhatan bagi jarimah ini, seperti mengambil barang yang
ditemukan ditengah jalan,dilapangan atau menangkap hewan yang berada dikebun,
dijalan yang tidak ditunggui penggembalanya atau tempat-tempat lain yang
dianggap tidak layak bagi keberadaan harta-harta tersebut. Semua itu tidak
dikategorikan sebagai pencurian,dalam arti dikenakannya hukuman had potong tangan. Namun perbuatan itu
bukan berarti lepas dari hukuman,melainkan dihukum dengan hukuman ta’zir. Hal ini dikarenakan
perbuatan-perbuatan tersebut mengindikasikan adanya kesamaran atau syubhat,seperti yang telah kita pahami
bahwa hukuman pokok harus dihindari.
d.
keempat,harta diambil (dicuri) pada waktu terjadinya pemindahan adalah harta
orang lain secara murni dan orang yang mengambilnya tidak mempunyai hak
kepemilikan sedikitpun terhadap harta tersebut. Umpamanya, harta kelompok atau
harta bersama orang yang mencurinya mempunyai hak atas bagian harta tersebut.
Oleh karena itu,kalau dia mengambil sebagian-walaupun dinilai melewati
nishab-tidak dianggap sebagai jarimah pencurian sebab hak dia yang melekat pada
barang yang diambil menjadikan kesyubhatan. Namun,hal ini pun bukan berarti dia
tidak dihukum sekalipun tidak dikenakan hukuman had potong tangan. Dimaksud
dengan orang lain , juga apabila harta itu milik anaknya atau milik banyaknya.
e.
seperti jarimah-jarimah lain, terdapat unsur-unsur kesengajaan untuk memiliki
barang tersebut atau ada I’tikad jahat pelakunya. Oleh karena itu, seandainya
barang atau harta itu terbawa tanpa sengaja, sekalipun dalam jumlah besar dan
mencapai nishab,tidaklah dianggap sebagai jarimah pencurian,paling-paling
dianggap sebagai kelalaian dan hukumannya pun sekadar peringatan untuk
berhati-hati.
3.Sanksi Hukum
Asas legalitas berikutnya hukuman tertera pada
surat al-maidah ayat 38:
Artinya:
“pencuri laki-laki dan pencuri perempuan potonglah
tangan keduanya, sebagai pembalasan bagi apa yang dia kerjakan dan sebagai
siksaan dari Allah Yang Maha Perkasa Lagi Maha Bijaksana”
(Q. S.al-maidah:38)
4.kadar atau batas
pencurian
Mengenai
batas yang menyebabkan dijatuhkannya hukum potong ,terjadi perbedaan diantara
ulama. Hal tersebut disebabkan karena keumuman ayat 38 surat almaidah. Diantara
ulama,ada yang meniadakan nishab
pencurian,artinya sedikit apalagi banyak,sama-sama dihukum potong tangan.
Adapun jumhur fuqaha mensyaratkan
adanya nishab (batas tertentu) sehingga seorang pencuri dapat dikenai hukum
potong tangan . namun ini pun terdapat perbedaan tentang batasan atau nishab
tersebut. Imam syafi’i dan imam malik mengatakan seperempat dinar, sedangkan
imam abu hanifah mengatakan sepuluh dirham atau satu dinar,sebagaimana terdapat
pada hadist nabi:
Artinya:
“tidaklah dipotong tangan pencuri,kecuali pada satu
dinar atau sepuluh dirham.”
Disamping
itu,ada yang mengatakan (seperti Ibnu Rusyd) batasan tersebut adalah empat
dinar,seperti hadist yang dikeluarkan imam bukhari dan imam muslim,melalui
perawi siti Aisyah:
Artinya:
“janganlah dipotong tangan pencuri,kecuali pada
empat dinar atau lebih.” (H.R. Bukhari dan
Muslim)
Mengenai
batas tangan yang dipotong, imam Syafi’i, imam Abu Hanifah,imam Malik,imam
Ahmad,dan imam Abu Daud Azh-Zhahiri sepakat bahwa batas tangan yang dipotong
adalah dari pergelangan tangan kebawah. Mengenai pengulangan perbuatan setelah
yang pertama dipotong tangan kanannya,pencurian yang kedua dipotong tangan
kirinya dan pencurian yang selanjutnya dihukum dengan hukuman potong ta’zir.
Demikian pendapat mazhab Zhahiri. Disamping itu,ada yang berpendapat bahwa
pencurian selanjutnya dihukum dengan ta’zir. Pendapat diatas menyangkal hukuman
potong kaki kiri pada pencurian yang kedua kalinya,pencurian ketiga kali
dipotong kaki kiri dan yang keempat kalinya dipotong kaki kanannya,sebab
hukuman potong kaki tidak disebutkan dalam surat al-maidah tersebut,seperti
pendapat imam Syafi’i dan imam Malik. Demikian pula dengan imam Abu Hanifah,hanya
saja pada pencurian yang ketiga beliau menghukuminya dengan penjara sampai
taubat.
Mengenai
status barang yang dicuri, sebagian ulama, seperti Imam As-Syafi’i dan Imam
Ahmad, mengatakan bahwa barang yang dicuri harus di kembalikan seandainya masih
ada dan menggantinya kalau telah hilang walaupun pelakunya telah menjalani
hukuman. Adapun Imam Abu Hanifah mengatakan sanksi hudud yang telah di jatuhkan
tidak harus di ikuti dengan ganti rugi barang yang hilang.
B. Perampokan atau
Hirabah
1. Pengertian
Jarimah
Hirabah adalah jarimah gangguan keamanan di jalan umum. Secara etimologis,
hirabah berarti memotong jalan memotong jalan (qath’ut tarieq). Menurut H.A.
Djazuli, perbedaan antara pencuri perampok (pembegalan) teretak pada teknis
pengambilan harta. Yang pertama pencurian dilakukan dengan secara diam-diam,
sedangkan yang kedua perampokan di lakukan dengan secara terang-terangan
disertai dengan kekerasan. Perbuatan ini sangat berdampak psikologis bagi
korban, sehingga menimbulkan trauma yang menghantauinya dalam jangka waktu yang
panjang, bahkan seumur hidupnya. Itulah sebabnya wajar kalau syari’at islam
menghukuminya dengan hukuman yang sangat berat, seberat dampak psikologis yang
di derita oleh korban yang sukar dinilai dengan materi. Perampokan atau
pembegalan sering pula di istilahkan dengan sariqah qubra (pencurian besar).
2.Unsur-Unsur Hirabah dan Hukumannya
Unsur-unsur
hirabah yang utama adalah dilakukan dijalan umum atau diluar pemukiman korban,
dilakukan secara terang-terangan, serta adanya unsur kekerasan atau ancaman
kekerasan. Disamping itu,terdapat unsur-unsur yang ada dalam jarimah
pencurian,seperti pemindahan barang yang bukan miliknya,serta kesengajaan dalam
melakukan tindakan tersebut.
Hukuman
jarimah ini seperti disebut dalam surat al-maidah ayat 33 terdiri atas empat
macam hukuman. Hal ini berbeda dengan hukuman bagi jarimah yang masuk ke dalam
kelompok hudud lainnya,yang hanya satu macam hukuman untuk setiap jarimah.
Sanksi hirabah yang empat macam itu tidak seluruhnya dijatuhkan kepada muhrib (julukan bagi pembuat hirabah)
nammun hukuman tersebut merupakan hukuman alternative yang dijatuhkan sesuai
dengan macam jarimah yang dilakukan. Oleh Karena itu,bentuk jarimah hirabah ada
empat macam,sesuai dengan banyaknya sanksi yang tersedia didalam al-qur’an.
Keempat macam hukuman jarimah hirabah tersebut dijelaskan dalam al-qur’an surat
al-maidah ayat 33:
Artinya:
“sesungguhnya hukuman bagi orang-orang yang
memerangi Allah dan rasulnya dan membuat kerusakan dimuka bumi,mereka dibunuh
atau disalib atau dipotong tangan dan kakinya secara bersilang atau
dibuang dari negeri tempat mereka
tinggal. Yang demikian itu sebagai penghinaan bagi mereka didunia dan diakhirat
mereka mendapat siksaan yang besar.”
Dari
ayat diatas,dapat kita lihat empat macam hukuman yang berkaitan dengan jarimah hirabah atu tindak
pidana perampokan ini. Keempat bentuk hukuman tersebut adalah hukuman
mati,hukuman mati dan salib,pemotongan tangan dan kaki secara bersilang,dan
pengasingan keluar wilayah. Menurut imam malik,sanksi hirabah diserahkan kepada
penguasa untuk memilih alternatife hukuman yang tersedia didalam al-qur’an
sesuai dengan kemaslahatan. Adapun imam Ahmad,as-syafi’i,dan Abu Hanifah
berpendapat bahwa hukuman harus
disesuaikan dengan hirabah itu sendiri. Perselisihan pendapat para ulama dalam
menentukan jenis hukuman bagi pelaku jarimah ini,disebabkan perbedaan mereka
dalam memahami kata “au” yang berarti
atau. Dalam bahasa arab,kata “au”
bias diartikan sebagai penjelasan dan uraian atau dalam istilah arab bayan wattafshil. Menurut versi ini
(imam As-Syafi’i dan kawan-kawan) ”au”merupakan
penjelasan dari rincian,dalm kaitannya dengan ayat hirabah bahwa jumlah hukuman
tersebut adalah empat dengan rincian seperti yang telah dijelaskan diatas.
Versi lain yang dimotori imam Malik,kata “au”
yang berarti atau itu bermakna littaksyir
untuk memilih. Oleh karena itu,beliau memilih arti yang kedua sehingga
mengartikan jumlah hukuman yang empat macam tersebut sebagai alternatif dan
penguasa akan menjatuhkannya sesuai dengan kemaslahatan.
3. jenis-jenis hirabah dan penerapan hukumannya
Bentuk
jarimah dan macam hukuman bagi pelaku jarimah
hirabah diriwayatkan ibnu Abbas dalam
nailul maram,sebagai berikut:
Artinya:
“pertama: apabila dia membunuh dan sekaligus
mengambil harta korban,maka hukumannya adalah dibunuh dan disalib.
Kedua,apabila dia membunuh tetapi tidak mengambil harta korban,maka hukumannya
adalah dibunuh,tidak disertai disalib. Ketiga,apabila dia hanya mengambil
hartanya saja dan tidak membunuh,maka hukumannya adalah dipotong tangan dan
kaki secara silang. Keempat,apabila dia hanya menakut-nakuti,membuat
keonaran,maka hukumannya diasngkan keluar wilayah.”
Penjelasan
dari keempat bentuk jarimah dan jenis hukumannya adalah sebagai berikut:
- Hukuman mati dan salib
Pembunuhan pemilik harta adalah pembuka jalan
tercapainya tujuan mengambil harta korban. Hukuman mati dan salib dijatuhkan
bagi pelaku pembunuhan dan pencurian yang dilakukan pada saat yang bersamaan.
Dalam kasus seperti ini,ada dua bentuk jarimah yang dilakukan,yaitu membunuh
dengan sengaja dan dengan sengaja pula
dia mengambil hartanya. Pembunuhan dengan sengaja diancam hukuman mati,namun
Karena pembunuhan tersebut berkaitan dengan keinginan untuk mendapatkan
harta,maka hukuman baginya tidaklah sekedar dihukum mati,tetapi ada pemberatan
sesuai dengan hasil yang dicapai. Hukuman mati pada kasus ini adalah hukuman
hudud bukan qishash. Oleh karena itu,tidak ada pemaafan bagi pelaku. Hukuman
berat seperti ini dimaksudkan sebagai tindakan prevensi bagi umum agar tidak
melakukan hal yang sama.
Mengenai pelaksanaan hukuman mati dan sekaligus
hukuman salib ini,para ulama berbeda pendapat. Sebagian mengatakan hukuman
salib didahulukan,kemudian hukuman mati. Sebagian lagi mengatakan sebaliknya
bahwa hukuman mati didahulukan baru human salib. Imam abu hanifah dan imam
malik memilih pelaksanaan yang pertama,yaitu mendahulukan hukuman salib
kemudian hukuman mati. Menurut mereka penyaliban merupakan suatu bentuk hukuman
yang harus dirasakan pelaku dan itu hanya dapat dirasakan kalau pelaku masih
hidup. Karena itu,harus didahulukan sebelum dilakukan hukuman mati. Karena kalu
hukuman mati yang didahulukan,maka hukuman salib tidak berpengaruh apa-apa bagi
si terhukum.
Adapun imam asy-syafi’i dan imam ahmad berpendapat
sebaliknya,yaitu mendahulukan hukuman mati kemudian disalib. Menurut versi
ini,mendahulukan hukuman mati daripada hukuman salib sesuai dengan ayat
al-qur’an yang mendahulukan hukuman mati daripada salib. Disamping
itu,mendahulukan tindakan penyiksaan yang melampaui batas tidak seharusnya
terjadi.
Dalam hukum positif,perbuatan yang mirip dengan
jarimah hirabah ini diancam dengan hukuman mati atau penjara paling lama
dua puluh tahun (pasal 365 ayat 4).
Walaupun dalam tindak pidana ini tidak disertai tambahan hukuman,semacam salib
pada hukum islam,dalam pelaksanaanya,hukuman mati,dilakukan setelah mengikat si
terpidana pada sebilah kayu yang mirip dengan salib,baru kemudian ditembak.
- Hukuman mati
Hukuman mati ini hanya dijatuhkan bagi pelaku
gangguan keamanan yang membunuh korban tanpa disertai dengan pengambilan harta
korban. Hukuman mati inipun tergolong hukuman hudud dan bukan hukuman qishash.
Oleh karena itu, tidak dapat dimaafkan. Pembunuhan yang dilakukan pelaku
jarimah ini dilakukan dijalan umum dan berkaitan dengan gangguan keamanan. Oleh
karena itu perbuatan ini termasuk dalam hirabah. Walaupun pembunuhan yang masuk
kedalam kelompok qishash dapat saja dilakukan diluar rumah, pembunuhan pada
jarimah qishash tidak berkaitan dengan gangguan keamanan. Disamping itu,
pembunuhan tersebut sedikit banyak berkaitan dengan harta atau perampokan. Si
pelaku tidak mengambil harta korban bias jadi karena ia belum sempat
mengambilnya atau karena berbagai kemungkinan lain.
- Hukuman potong tangan dan kaki bersilang.
Hukuman inidijatuhkan bagi pelaku kejahatan perampokan
yang dilakukan dijalan umum. Dalam hal ini si pelaku hanya mengambil harta
korban tanpa berusaha membunuh korban. Hukuman potong tangan dan kaki bersilang
adalah memotong tangan kanan pembuat sekaligus kaki kirinya. Pemotongan tangan
dan kaki sekaligus ini, dinisbatkan pada orang yang melakukan dua kali
pencurian. Sebagaimana ulama mengatakan hukuman potong kaki pelaku pada
pencurian yang kedua kali.
Pemberian hukuman seberat ini disebabkan perbuatan
si pelaku bukanlah hanya sekadar mengambil harta seperti layaknya pencuri, tetapi,
juga melakukannya secara paksa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, bahkan
bias jadi akan dilakukan pembunuhan seandainya si korban melawan atau
bersikeras untuk tidak menyerahkan harta yang dibawanya. Perbuatan si pelaku
seperti itu, berdampak psikologis yang sangat mendalam bagi si korban.
Kehidupannya dihantui oleh pengalaman perampokan dan dia menjadi traumatis
terhadap tindakan atau gerakan yang mencurigakan dan itu selalu mengasosiasikan
dengan pengalaman buruknya di masa lalu. Perbuatan si pelaku seperti itu, juga
berdampak bagi ketentraman umum. Masyarakat menjadi takut keluar, melaksanakan
aktifitas, melalui jalan tempat terjadi peristiwa perampokan.
Menuruit kami, faktor itulah yang menyebabkan
beratnya hukuman yang harus diterima si pelaku sesuai dengan betapa besarnya
akibat yang bakal terjadi, baik bagi korban perseorangan ataupun masyarakat.
Oleh karena itu, sangat pantas kalau hukuman pelaku jarimah inidilipatgandakan.
Melipat gandakan hukuman bukan saja dikenal dalam
fiqih jinayah, tetapi di Negara lain pun dikenal penjatuhansanksi seperti ini.
Bahkan, di Indonesia diadakan sanksi, yang dikenal dengan hukuman positif.
Pasal 362 KUH Pidana menyebutkan sebagai berikut;
“ barang siapa yang
mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain,
dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hokum, diancam karena pencurian, dengan
pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh
rupiah..”
Hukuman penjara maksimal lima tahun yang diancamkan
bagi pelaku pencurian tersebut dalam pasal 362 KUH Pidana dilipat gandakan
sampai lima belas tahun apabilaperbuatan tersebut mengakibatkan kematian atau
mengakibatkan luka berat (pasal 365 ayat 3). Bahkan, hukuman penjara itu dapat
bertambah lagi menjadi lebih lama sehingga mencapai dua puluh tahun apabila
perbuatan tersebut dilakukan scara kelompok, seperti yang tertera dalam pasal
365 ayat (4).
- Hukuman pengasingan
Hukuman ini dijatuhkan bagi pelaku hirabah yang
sengaja membuat onar dijalan umum atau tempat keramaian
umum,menakut-nakuti,mengacaukan situasi sehingga membuat suasana menjadi kacau.
Walaupun tidak merugikan masyarakat secara material,dipastikan timbulnya dampak
kejiwaan bagi masyarakat. Menurut kami,mengacaukan situasi dapat saja dengan
ucapan yang dilakukan ditempat umum seperti provokasi. Situasi yang kacau
tersebut dapat memancing orang lain berbuat jarimah,mengambil kesempatan dalam
situasi yang galau dan ini dapat menjurus kearah situasi yang anarkis dan
berdampak pada masalah sosial ekonomis serta stabilitas nasional. Bias jadi
perbuatan tersebut merupakan bagian dari skenario,untuk menginstabilkan
keamanan nasional untuk tujuan-tujuan tetentu. Untuk mencegah keadaan menjadi
lebih parah dan sulit dikendalikan,sangat pantas bila pelaku tindakan diberikan
sanksi yang berat,yaitu diasingkan atau
diisolasi.
Bentuk hukuman pengasingan inipun tak luput dari
perbedaan pendapat para ulama,namun bukan pada eksistensinya,melainkan pada
bentuk dan lamanya pengasingan. Sebagian mengatakan bahwa pengasingan yang
dimaksud ayat tersebut adalah pengasingan dalam arti sebenarnya yaitu dibuang
keluar daerah. Sebagian lagi mengatakan bahwa pengasingan tersebut dapat berupa
hukuman penjara sebab inipun pada hakikatnya adalah pengasingan juga. Mengenai
lamanya pengasingan,Karena tidak dijelaskan dalam ayat 33 surat
al-maidah,terdapat perbedaan pendapat,namun sebagian besar berpendapat bahwa lamanya pengasingan sama dengan sanksi
pengasingan pada jarimah zina,yaitu satu tahun.
Bab IV
Penutup
Kesimpulan
Pencurian
adalah mengambil harta orang lain dengan cara sembunyi-sembunyi yang dilakukan
oleh orang yang tidak dipercayai menjaga barang tersebut. Sedangkan perampokan
atau hirabah adalah jarimah gangguan keamanan dijalan umum,namun secara
etimologis berarti memotong jalan (qath’ut
tarieq).
Adapun
unsur-unsur dalam pencurian meliputi lima macam yaitu; pertama,pengambilan yang dilakukan itu secara sembunyi-sembunyi. Kedua,barang tersebut berupa harta yang
kongkrit. Ketiga,barang tersebut
merupakan barang yang berharga. Keempat,
harta tersebut murni dan orang yang mengambilnya tidak memiliki hak kepemilikan
atas barang tersebut. Kelima, adanya unsur kesengajaan untuk
memiliki barang tersebut. Sedangkan unsur-unsur dalam perampokan yaitu;
dilakukan dijalan umum atau diluar pemukiman,dilakukan secara terang-terangan
serta adanya unsur kekerasan atau ancaman kekerasan.
Dalam
hal pencurian dan perampokan terdapat perbedaan pendapat para ulama serta
hukuman diantara keduanya pun berbeda. Apabila tentang pencurian hukumannya
sudah dijelaskan dalam Q.S Al-Maidah ayat 38 yang menerangkan tentang potong
tangan atas pencuri laki-laki maupun pencuri perempuan. Sedangkan tentang
perampokan hukumannya sudah dijelaskan pula dalam Q.S Al-Maidah ayat 33 yang
menerangkan tentang pembunuhan atau disalib atau dipotong tangan dan kaki
kirinya secara bersilang atau dibuang dari negeri tempat mereka tinggal.
Saran
Dari
penjelasan diatas mengenai perampokan dan pencurian sudah jelas diterangkan
dalam firman Allah tentang berbagai hukuman atas pebuatan tersebut. Oleh karena
itu telah kita ketahui bahwa perbuatan tersebut sangatlah dilarang bahkan
diancam mati oleh Allah SWT Karena perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang
keji dihadapan sang khalik.
Sebagai
umat islam tentu kita akan sangat berahati-hati supaya perbuatan tersebut
tidaklah sampai kita melakukannya,baik itu disengaja maupun tidaknya.karena
dengan perbuatan tersebut akan menjadikan kita jauh dari hadapan Allah SWT dan
dari rahmat-Nya. Nau’uzubillah.
Bab V
Daftar pustaka
Hakim
Rahmat, hukum pidana islam (fikih
jinayah),CV Pustaka Setia,Bandung,2000.
Bambang
Purnomo,S.H.,asas-asas hukum pidana,
Ghalia Indonesia,Jakarta,1982.
Halimah,
DR.,S.H., Hukum Pidana Dalam Syari’at
Islam,Menurut Ajaran Ahlussunnah, Bulan Bintang,Jakarta,1970.
Wiryono
Projodikoro, asas hukum pidana,
cet.3. Eresco, Bandung,1981.